54-55. Peperangan Melawan Yahudi, Madinah Mengusir Orang Jelek
TANDA-TANDA KECIL KIAMAT
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
54. PEPERANGAN MELAWAN ORANG YAHUDI
Dan di antaranya adalah kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi di akhir zaman. Hal itu terjadi karena orang-orang Yahudi termasuk pasukan Dajjal. Kaum muslimin yang merupakan pasukan Nabi ‘Isa Alaihissallam memerangi mereka, hingga pepohonan dan bebatuan berkata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Orang Yahudi ini ada di belakangku, kemarilah! Bunuh dia!”
Kaum muslimin pernah memerangi orang-orang Yahudi pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengalahkan mereka dan melenyapkan (mengusir) mereka dari Jazirah Arab; sebagai bentuk ketaatan terhadap sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
َلأُخْرِجَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى مِنْ جَزِيـرَةِ الْعَرَبِ حَتَّـى لاَ أَدَعَ إِلاَّ مُسْلِمًا.
“Sungguh, aku akan mengeluarkan orang-orang Yahudi dan Nasrani dari
Jazirah Arab sehingga aku tidak meninggalkan (di dalamnya) kecuali seorang muslim.”[1]
Akan tetapi, peperangan ini bukanlah peperangan yang merupakan tanda Kiamat, yang diterangkan dalam berbagai hadits shahih. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kaum muslimin akan memerangi mereka ketika Dajjal keluar dan ketika Nabi ‘Isa Alaihissallam turun.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu anhu sebuah hadits panjang tentang khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana matahari… (di dalamnya beliau menyebutkan Dajjal, beliau bersabda):
وَإِنَّهُ يَحْصُرُ الْمُؤْمِنِينَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ، فَيُزَلْزَلُونَ زِلْزَالاً شَدِيدًا، ثُمَّ يُهْلِكُهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَجُنُودَهُ، حَتَّى إِنَّ جِذْمَ الْحَائِطِ -أَوْ قَالَ: أَصْلَ الْحَـائِطِ، وَقَالَ حَسَنٌ اْلأَشْيَبُ: وَأَصْلَ الشَّجَرَةِ- لَيُنَادِي -أَوْ قَالَ: يَقُولُ- يَا مُؤْمِنُ! -أَوْ قَالَ يَا مُسْلِمُ: هَذَا يَهُودِيٌّ- أَوْ قَالَ: هَذَا كَافِرٌ تَعَالَ فَاقْتُلْهُ. قَالَ: وَلَنْ يَكُونَ ذَلِكَ كَذَلِكَ حَتَّـى تَرَوْا أُمُورًا يَتَفَاقَمُ شَأْنُهَا فِي أَنْفُسِكُمْ، وَتَسَاءَلُونَ بَيْنَكُمْ: هَلْ كَانَ نَبِيُّكُمْ ذَكَرَ لَكُمْ مِنْهَا ذِكْرًا؟
“Sesungguhnya Dajjal akan mengepung kaum muslimin di Baitul Maqdis, lalu terjadi satu gempa yang sangat dahsyat, akhirnya Allah membinasakannya beserta bala tentaranya, sampai-sampai pangkal dinding, (Hasan al-Asyyab [2] berkata, ‘Akar pepohonan’) akan berkata, ‘Wahai mukmin! -atau wahai muslim, ini seorang Yahudi- atau seorang kafir -kemarilah, bunuh dia!’ Beliau berkata, “Hal itu tidak akan pernah terjadi hingga kalian melihat berbagai perkara semakin gawat dalam diri kalian dan kalian saling bertanya-tanya, “Apakah Nabi kalian pernah menyebutkan kepada kalian tentangnya?” [3]
Asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّـى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّـى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ، فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ: يَا مُسْلِمُ! يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي، فَتَعَالَ، فَاقْتُلْهُ، إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ.
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi dan membunuh mereka sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, kemudian batu dan pohon berkata, ‘Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Orang Yahudi ini di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia!” Kecuali gharqad [3], karena ia adalah pohon orang Yahudi.” [4]
Ini adalah lafazh dalam riwayat Muslim.
Yang nampak jelas dari redaksi hadits bahwa batu dan pohon berbicara secara hakiki. Hal itu karena terjadinya pembicaraan dengan benda mati telah tetap dalam hadits-hadits yang lain yang membahasnya. Telah kami jelaskan hal ini dalam satu pembahasan tersendiri, karena hal ini termasuk tanda-tanda Kiamat.
Jika benda mati berbicara waktu itu, maka tidak ada faktor pendorong yang memberikan kemungkinan bahwa berbicaranya batu dan pohon itu sebagai majas (kiasan), sebagaimana hal ini difahami oleh sebagian ulama. [5] Sesungguhnya tidak ada dalil sama sekali yang menharuskan membawa lafazh tersebut kepada makna lain selain dari makna hakikinya. Bahkan benda mati yang berbicara telah dijelaskan pula di dalam berbagai ayat:
أَنطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“… Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata…” [Fushshilat: 21]
Dan firman-Nya:
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“… Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka…” [Al-Israa’: 44]
Dijelaskan di dalam hadits Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu, dia berkata:
خَطَبَنَا رَسُـولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَكْثَرُ خُطْبَتِهِ عَنِ الدَّجَّالِ، وَحَذَّرَنَاهُ (فَذَكَرً خُرُوْجَهُ، ثُمَّ نُزُولَ عِيْسَى عليه لسّلام لِقَتْلِهِ، وَفِيْهِ) قَالَ عِيسَـى عليه لسّلام : افْتَحُوا الْبَـابَ! فَيُفْتَحُ وَوَرَاءَهُ الدَّجَّالُ مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ يَهُودِيٍّ، كُلُّهُمْ ذُو سَيْفٍ مُحَلًّى وَسَاجٍ، فَإِذَا نَظَرَ إِلَيْهِ الدَّجَّالُ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِـي الْمَاءِ وَيَنْطَلِقُ هَارِبًا وَيَقُولُ عِيسَى عليه لسّلام : إِنَّ لِي فِيكَ ضَرْبَةً لَنْ تَسْبِقَنِـي بِهَا فَيُدْرِكُهُ عِنْدَ بَابِ اللُّدِّ الشَّرْقِيِّ فَيَقْتُلُهُ فَيَهْزِمُ اللهُ الْيَهُودَ، فَلاَ يَبْقَـى شَيْءٌ مِمَّا خَلَقَ اللهُ يَتَوَارَى بِهِ يَهُودِيٌّ إِلاَّ أَنْطَقَ اللهُ ذَلِكَ الشَّيْءَ، لاَ حَجَرَ وَلاَ شَجَرَ وَلاَ حَائِطَ وَلاَ دَابَّةَ إِلاَّ الْغَرْقَدَةَ، فَإِنَّهَا مِنْ شَجَرِهِمْ لاَ تَنْطِقُ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami, isi khutbahnya yang paling banyak adalah tentang, dan memberikan peringatan kepada kami darinya, (lalu beliau menuturkan tentang keluarnya Dajjal, kemudian turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam untuk membunuhnya, di dalamnya diungkapkan): ‘Isa Alaihissallam berkata, ‘Bukakanlah pintu!” Lalu pintu dibukakan dan di belakangnya ada Dajjal bersama 70.000 orang Yahudi semuanya memegang pedang, memakai perhiasan dan jubah[7]. Jika Dajjal melihatnya (Nabi ‘Isa), maka ia akan mencair bagaikan garam yang larut di dalam air. Dia akan kabur, sementara Nabi ‘Isa berkata, “Sesungguhnya aku memiliki satu pukulan yang belum pernah aku lakukan,’ lalu beliau mendapati Dajjal di pintu Ludd sebelah timur, lalu membunuhnya. Akhirnya Allah menghancurkan kaum Yahudi, tidak ada satu makhluk pun yang diciptakan oleh Allah di mana orang Yahudi berlindung di belakangnya melainkan Allah menjadikannya dapat berbicara, baik batu, pohon, dinding, dan binatang, kecuali gharqad karena ia adalah pohon mereka, pohon itu tidak bisa berbicara.” [8]
Hadits ini dengan jelas menyatakan berbicaranya benda-benda mati.
Demikian pula pengecualian pohon gharqad dari berbagai macam benda mati, di mana pohon ini tidak mengabarkan keberadaan orang Yahudi karena ia adalah pohon mereka. Kenyataan ini menunjukkan bahwa benda mati berbicara secara hakiki, seandainya makna dari berbicara tersebut sebagai kiasan, niscaya tidak akan ada tujuan yang jelas terhadap pengecualian ini.
Dan seandainya kita memahami pembicaraan benda mati sebagai kiasan, niscaya hal itu bukan merupakan sesuatu yang istimewa dalam memerangi kaum Yahudi di akhir zaman, dan kekalahan mereka di hadapan kaum muslimin sama dengan kekalahan orang-orang kafir lainnya yang dikalahkan oleh kaum muslimin. Sementara itu, tidak ada satu riwayat pun yang menjelaskan peperangan mereka (kaum kafir) seperti penjelasan tentang peperangan melawan kaum Yahudi, berupa pemberitahuan benda mati terhadap mereka yang bersembunyi [9]. Jika kita perhatikan bahwa hadits ini menjelaskan keanehan yang terjadi di akhir zaman yang merupakan tanda Kiamat. Hal itu menunjukkan bahwa bicaranya benda mati ketika (kaum muslimin) memerangi kaum Yahudi adalah sesuatu yang pasti ada (hakiki), dan bukan kiasan dari penampakan mereka di hadapan kaum muslimin, juga bukan kiasan dari kelemahan mereka dalam menahan serangan kaum muslimin, sebagaimana dikatakan. Wallaahu a’lam.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Jihaad was Sair, bab Ijlaalil Yahuud wal Hijaaz (XII/ 92, Syarh an-Nawawi).
[2]. Dia adalah Abu ‘Ali al-Hasan bin Musa al-Asyyab al-Baghdadi ats-Tsiqah. Hakim di Thibristan, Maushil dan Himsh. Imam Ahmad meriwayatkan dari beliau, wafat pada tahun 208, atau 209, atau 210 t. Lihat Tahdziibut Tahdziib (II/323).
[3]. Musnad Imam Ahmad (V/16, Muntakhab Kanzul ‘Ummal).
Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya hasan.” Fat-hul Baari (VI/610).
[4]. Al-Gharqad: An-Nawawi berkata, “Semacam pohon yang berduri, terkenal di negeri al-Maqdis, dan di sanalah Dajjal dan orang-orang Yahudi akan diperangi.” Syarh Muslim (XVIII/45).
[5]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Jihaad, bab Qitaalul Yahuudi (VI/103, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/44-45, Syarh an-Nawawi).
[6]. Lihat Hidaayatul Baari ila Tartiibi Shahiih al-Bukhaari (I/317), dan al-‘Aqaaidul Islaamiyyah, karya Sayyid Sabiq (hal. 54). Ibnu Hajar memilih pendapat yang menyatakan bahwa pohon dan batu berbicara secara hakiki.
Lihat Fat-hul Baari (VI/610).
[7]. (اَلسَّاجُ) ia adalah jubah besar yang kasar, ada juga yang mengatakan jubah yang dilapisi ter (cairan aspal), dan ada juga yang mengatakan jubah hijau.
Lihat Lisaanul ‘Arab (II/302-303).
[8]. Sunan Ibni Majah (II/1359-1363) (no. 4077).
Ibnu Hajar berkata, “Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan panjang lebar, asalnya terdapat dalam riwayat Abu Dawud, dan yang semisalnya dalam hadits Samurah pada riwayat Ahmad dengan sanad yang jayyid, dan diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dalam kitab al-Iimaan dari hadits Hudzaifah dengan sanad yang shahih.” Fat-hul Baari (VI/610).
[9]. Lihat Ithaaful Jamaa’ah (I/337-338).
55. MADINAH MENGUSIR ORANG-ORANG JELEK YANG ADA DI DALAMMNYA KEMUIAN AKAN HANCUR DI AKHIR ZAMAN
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotifasi umat Islam untuk tinggal di Madinah, dan memberi semangat untuk melakukannya. Beliau pun memberitahukan bahwa tidaklah seseorang keluar darinya karena benci kepadanya kecuali Allah akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، يَدْعُو الرَّجُلُ ابْنَ عَمِّهِ وَقَرِيبَهُ: هَلُمَّ إِلَى الرَّخَاءِ! هَلُمَّ إِلَى الرَّخَاءِ! وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لاَ يَخْرُجُ مِنْهُمْ أَحَدٌ رَغْبَةً عَنْهَا إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ فِيْهَا خَيْرًا مِنْهُ، أَلاَ إِنَّ الْمَدِيْنَةَ كَالْكِيْرِ تُخْرِجُ الْخَبِيْثَ، لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّـى تَنْفِيَ الْمَدِينَةُ شِرَارَهَا كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ.
“Akan datang satu zaman kepada manusia, di mana seseorang berseru kepada keponakannya dan karib kerabatnya, ‘Mari kita menuju kepada kemegahan! Mari kita menuju kepada kemegahan!’ Sementara Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahuinya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari mereka keluar darinya karena benci kepadanya melainkan Allah akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik darinya. Ingatlah, sesungguhnya Madinah bagaikan ubupan (alat peniup api yang digunakan tukang besi) yang mengelurkan kotoran. Kiamat tidak akan tiba sehingga Madinah me-ngeluarkan orang-orang jeleknya sebagaimana ubupan menghilangkan kotoran besi.”[1]
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah memahami bahwa peristiwa Madinah yang mengeluarkan orang-orang jeleknya terjadi pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena tidak ada orang yang bersabar melakukan hijrah dan berdiam di Madinah kecuali orang yang tetap dalam keimanan. Adapun orang-orang munafik dan orang-orang bodoh dari kalangan Arab sama sekali tidak bersabar atas sulitnya hidup di Madinah dan tidak tulus dalam mengharapkan pahala dari Allah.
Sementara an-Nawawi rahimahullah memahami bahwa peristiwa tersebut terjadi pada masa Dajjal. Beliau menganggap bahwa pendapat al-Qadhi ‘Iyad tidak mungkin, dan beliau menuturkan bahwa bisa saja hal itu terjadi pada masa yang berbeda-beda.[2]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan bahwa bisa saja dua zaman tersebutlah yang dimaksud (di dalam hadits):
Pertama adalah pada masa Nabi dengan dalil kisah seorang Arab badui, sebagaimana dijelaskan dalam Shahiih al-Bukhari dari Jabir Radhiyallahu anhu:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَبَايَعَهُ عَلَى اْلإِسْلاَمِ فَجَاءَ مِنَ الْغَدِ مَحْمُومًا، فَقَالَ: أَقِلْنِي. فَأَبَى؛ ثَلاَثَ مِرَارٍ. فَقَالَ: الْمَدِينَةُ كَالْكِيرِ تَنْفِي خَبَثَهَا وَيَنْصَعُ طَيِّبُهَا.
“Seorang Arab badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berbai’at kepadanya untuk masuk Islam, kemudian keesokan harinya dia datang dalam keadaan demam, dia berkata, ‘Batalkanlah (bai’atku)!’ Lalu beliau menolaknya, hal itu berlangsung tiga kali, beliau berkata, ‘Madinah bagaikan abu panasyang menghilangkan kotorannya dan memisahkan (menghasilkan) yang baiknya.’” [3]
Kedua adalah pada masa Dajjal, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau menyebutkan Dajjal, kemudian bersabda:
ثُمَّ تَرْجُفُ الْمَدِينَةُ بِأَهْلِهَا ثَلاَثَ رَجَفَاتٍ، فَيُخْـرِجُ اللهُ كُلَّ كَافِـرٍ وَمُنَافِقٍ.
“Kemudian Madinah menggetarkan penghuninya sebanyak tiga kali, lalu Allah mengeluarkan setiap orang kafir dan munafik darinya.” [HR. Al-Bukhari][4]
Adapun di antara kedua zaman tersebut, maka itu tidak terjadi. Karena banyak tokoh-tokoh dari para Sahabat yang mulia telah keluar dari Madinah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Mu’adz bin Jabal, Abu ‘Ubaidah, Ibnu Mas’ud, satu kelompok dari mereka, lalu ‘Ali, Thalhah, az-Zubair, ‘Ammar juga yang lainnya. Sementara mereka termasuk makhluk yang paling mulia, sehingga hal itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dalam hadits adalah mengkhususkan satu kelompok manusia dari yang lainnya, dan mengkhususkan satu masa dari masa lainnya, dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ
“… Dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya…” [At-Taubah: 101]
Dan tidak diragukan bahwa orang munafik adalah orang-orang jelek. [5]
Adapun keluarnya manusia secara keseluruhan dari Madinah akan terjadi pada akhir zaman menjelang terjadinya Kiamat. Dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَتْرُكُونَ الْمَدِينَةَ عَلَى خَيْرِ مَا كَانَتْ، لاَ يَغْشَاهَا إِلاَّ الْعَوَافِـي -يُرِيدُ عَوَافِيَ السِّبَاعِ وَالطَّيْرِ- وَآخِرُ مَنْ يُحْشَرُ رَاعِيَانِ مِنْ مُزَيْنَةَ، يُرِيدَانِ الْمَدِينَةَ، يَنْعِقَانِ بِغَنَمِهِمَا، فَيَجِدَانِهَا وَحْشًا، حَتَّى إِذَا بَلَغَا ثَنِيَّةَ الْوَدَاعِ، خَرَّا عَلَى وُجُوهِهِمَا.
‘Kalian meninggalkan Madinah dalam keadaan yang paling baik, tidak ada yang mendatanginya kecuali al-‘Awaafi -maksudnya binatang buas dan burung (yang mencari makan)- dan orang terakhir yang diwafatkan adalah dua orang penggembala dari Muzainah yang hendak ke Madinah, menggiringkan kambing-kambingnya (mencari makan), kemudian keduanya mendapati penghuninya adalah binatang buas, sehingga ketika keduanya sampai di bukit al-Wada’, keduanya pun wafat.’” [6] [HR. Al-Bukhari]
Imam Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَتُتْرَكَنَّ الْمَدِينَةُ عَلَى أَحْسَنِ مَا كَانَتْ حَتَّى يَدْخُلَ الْكَلْبُ أَوِ الذِّئْبُ فَيُغَذِّي عَلَى بَعْضِ سَوَارِي الْمَسْجِدِ أَوْ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ فَلِمَنْ تَكُونُ الثِّمَارُ ذَلِكَ الزَّمَانَ؟ قَالَ: لِلْعَوَافِي؛ الطَّيْرِ وَالسِّبَاعِ.
“Kalian akan meninggalkan Madinah dalam keadaan yang paling baik sehingga anjing atau serigala masuk ke dalamnya, kemudian kencing di sebagian tiang masjid atau mimbar.” Selanjutnya para Sahabat bertanya, “Maka untuk siapakah buah-buahan saat itu?” Beliau menjawab, “Untuk al-‘Awaafi, yaitu burung dan binatang buas.” [7]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksudnya bahwa Madinah akan tetap ada dan dihuni sampai masa Dajjal, demikian pula pada masa ‘Isa bin Maryam Alaihissallam sebagai utusan Allah, sampai beliau wafat di sana, dan dimakamkan di sana, kemudian Madinah hancur setelah itu.” [8]
Kemudian beliau menyebutkan hadits Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “‘Umar bin al-Khaththab mengabarkan kepadaku, beliau berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَسِيرَنَّ الرَّاكِبُ بِجَنَبَاتِ الْمَدِينَةِ، ثُمَّ لَيَقُولَنَّ: لَقَدْ كَانَ فِي هَذاَ حَاضِرٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ كَثِيرٌ.
‘Sesungguhnya seorang yang berkendaraan akan berjalan di sisi-sisi Madinah, kemudian akan berkata, ‘Dahulu banyak kaum muslimin yang tinggal di sini.’” [HR. Imam Ahmad][9]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “‘Umar bin Syabbah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari ‘Auf bin Malik, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid, lalu menatap (Madinah), beliau berkata, ‘Demi Allah, sungguh penghuninya akan meninggalkannya (Madinah) dalam keadaan terabaikan selama waktu empat puluh tahun untuk al-‘Awaafi, tahukah kalian apakah al-‘Awaafi itu? Burung dan binatang buas.”
Selanjutnya Ibnu Hajar berkata, “Ini menunjukkan bahwa hal itu tidak terputus selama-lamanya.” [10]
Hal ini menunjukkan bahwa keluarnya manusia secara keseluruhan terjadi di akhir zaman, setelah keluarnya Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam. Mungkin juga terjadi ketika keluarnya api yang mengumpulkan manusia, yaitu tanda-tanda Kiamat yang terakhir, dan tanda pertama yang menunjukkan terjadinya Kiamat, maka tidak ada lagi setelah itu kecuali terjadinya Kiamat.
Hal ini diperkuat bahwa orang yang terakhir kali dikumpulkan berasal darinya (Madinah), sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
وَآخِرُ مَنْ يُحْشَرُ رَاعِيَانِ مِنْ مُزَيْنَةَ، يُرِيدَانِ الْمَدِينَةَ، يَنْعِقَانِ بِغَنَمِهِمَا، فَيَجِدَانِهَا وَحْشًا.
“… dan orang terakhir yang dikumpulkan adalah dua orang penggembala dari Muzainah yang hendak ke Madinah yang menggiring kambing-kambingnya, kemudian keduanya mendapati penghuninya (Madinah) adalah binatang buas.” [11]
Maknanya bahwa daerah tersebut telah kosong atau binatang-binatang liarlah yang menghuninya waktu itu, wallaahu a’lam.
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Hajj bab al-Madiinah Tanfi Khabatsaha wa Tusamma Thaabah wa Thayyibah (IX/153, Syarh an-Nawawi).
[2]. Lihat Syarh Shahiih Muslim, karya an-Nawawi (IX/154).
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab Fadhaa-ilul Madiinah, bab al-Madiinah tanfil Khabats (IV/96, al-Fat-h).
[4]. Shahiih al-Bukhari, kitab Fadhaa-ilul Madiinah, bab La Yadkhulud Dajjal al-Madiinata (IV/95, al-Fat-h).
[5]. Lihat Fat-hul Baari (IV/88).
[6]. Shahiih al-Bukhari, kitab Fadhaa-ilul Madiinah, bab Man Raghghaba ‘anil Madiinah (V/89-90, al-Fat-h).
[7]. Al-Muwaththa’ (II/888), karya Imam Malik, tash-hih dan tahkrij Muhammad Fu-ad al-Baqi, cet. ‘Isa al-Bab al-Halabi, Daar Ihya-ul Kutub al-‘Arabiyyah.
Hadits ini dijadikan penguat oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (IV/90), beliau berkata, “Diriwayatkan oleh sekelompok perawi yang tsiqah selain perawi al-Muwaththa.”
[8]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/158) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[9]. Musnad Imam Ahmad (I/124) (no. 124) syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
[10]. Fat-hul Baari (IV/90).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab Fadhaa-ilul Madiinah, bab Man Raghghaba ‘anil Madiinah (IV/89-90, al-Fat-h).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/686-54-56-peperangan-melawan-yahudi-madinah-mengusir-orang-orang-jelek-yang-ada-di-dalamnya.html